Sabtu, 05 September 2009

Demi Mengemban Amanah (1)

Matahari semakin meninggalkan siang. Tak lama kemudian adzan maghrib berkumandang bersahutan dari corong mushola-mushola. Aku segera berwudhlu dan menuju Masjid al-Ikhlas yang tak jauh dari tempat tinggalku. Tapi aku merasa sedikit pusing, badan terasa meriang dan suhu badan agak panas. Tanda-tanda demikian mirip sekali dengan tanda-tanda sakitku setahun yang lalu. Waktu itu sebenarnya tidaklah sakit, tetapi cuma kecapekan saja. Sehingga kali ini aku memutuskan tetap memaksakan diri berangkat ke masjid, karena beribadah memang kadang perlu untuk dipaksakan agar lama-kelamaan terbiasa. Aku teringat dalam acara training sebulan yang lalu oleh Super Trainer terkenal Reza Syarief, katanya “Pada mulanya kamu membuat kebiasaan-kebiasaan, selanjutnya kebiasaan-kebiasaan akan membentuk dirimu”.


Dan aku kira siapapun untuk mencapai derajat ikhlas pasti pada mulanya juga mengalami perjuangan yang hebat baik fisik maupun bathinnya untuk mencapainya.
Cita-cita tanpa ikhtiar
semu bak fatamorgana
Ikhtiar tanpa keberanian
sia-sia tak bermakna
Keberanian tanpa pengorbana
bagai menyiapkan kegagalan
Pengorbanan tanpa keikhlasan
hanya memetik sengsara
Menderita
Menjadi seorang abdillah yang sempurna adalah cita-cita yang tak dapat ditawar lagi, sebagaimana tujuan manusia diciptakan yaitu hanya untuk mengabdi kepada Allah Swt dan menjadi kalifah-Nya. Surga itu mahal. Maka dengan tekad yang bulat aku berangkat ke Masjid al-Ikhlas, masjid terdekat dan terbesar di daerah tinggalku.
Setelah salam sholat, kepalaku terasa semakin pusing. Bisikku, Semoga tidak terjadi apa-apa padaku karena rencanaku sehabis sholat aku akan ke kampus untuk menyerahkan surat undangan pembicara, surat peminjaman peralatan dan beberapa dokumen lainnya untuk kegiatan Daurah UKKI PENS-ITS yang akan diadakan pekan depan. “Yaa Allah, saat ini aku dapat amanah dan hari ini aku harus menyampaikannya ke teman-teman dikampus sebagaimana keputusan syura beberapa hari yang lalu. Aku tidak ingin mengingkari apa yang telah diputuskan bersama dalam musyawarah dengan saudara-saudaraku.” Aku mohon kepada Pemilik alam ini “Ya Allah berilah hamba kekuatan untuk melakukannya. Jangan sampai karena perbuatanku kegiatan Daurah tersebut gagal terlaksana atau ditunda. Laa haula walaa quwwata illa billah”, aku baca dengan mantap namun aku tidak duduk dengan tenang. Badanku semakin gemetar. Aku cepatkan dzikir dan do’anya dan aku segera pulang.

(Bersambung ...)
 Copyright @ 2009. Dunia Islam Indonesia