Senin, 31 Agustus 2009

Pemuda Istimewa

Hari ini kuliah pulang lebih cepat. Jam kuliah terakhir kosong, ustad Rahim ada tugas keluar kota. Sedih rasanya tak dapat mendengarkan suara ustadz Rahim yang menyejukan qalb.
Aku putar otak, saat jam kosong ini tidak boleh sia-sia, harus ada kegiatan penggantinya. Alhamdulillah aku teringat dengan seorang teman kuliah, tetapi saat ini dia tidak melanjutkan lagi. Dia lebih memilih berkosentrasi menjadi santri tahfiz di Ma’had Umar Ibn Khattab Surabaya. Sebelumnya dia telah menyelesaikan kuliah di Jurusan Bahasa Arab di Ma’had yang sama. Ia sempat kuliah bersama aku selama satu semester.


Segera aku berangkat ke ma’had Umar bersama sahabatku Insof. Perjalanan dari kampus dengan ma’had kira-kira menghabiskan waktu 25 menit dengan mengendarai sepeda motor. Itu kalau yang menyetir sepeda motor aku, artinya jalannya santai saja. Bisa jadi 30-40 menit jika terjebak dalam kemacetan.
Sesampai di ma’had hati terasa senang, hati begitu gembira melihat santri-santri berkopyah dan bersarung sedang tilawah al-Qur’an. Beberapa saat kemudian, mataku tertuju kepada seseorang. Wajahku terasa tertampar. Malu dihadapan ilahi. Ada seorang yang begitu istimewa yang mengoyak nuraniku. Sungguh istimewa.
Semangat dan pengabdian, ya … semangat dan pengabdiannya kepada Allah Swt begitu tinggi. Umurnya sebaya dengan aku, badannya kurus seperti aku. Mulutnya dibasahi dengan bacaan-bacaan kalam ilahi. Untuk ke masjid dia harus di bopong atau digendong oleh santri yang lain. Subhanallah.
Mataku berkaca-kaca, qalbu-ku teriris-iris, aku menangis. Aku tunduk dihadapan ilahi. Ternyata hidupku selama ini masih kalah dengan pemuda istimewa itu. Kesempurnaan tubuhku masih belum aku imbangi dengan pengabdianku kepada pemilik alam semesta. Tubuh ini lemas, pertanyaan tentang syukurku akan nikmat Allah Swt terngiang-ngiang ditelinga.
Langsung aku ambil wudhu. Aku lanjutkan sholat sunah tahiyatul masjid. Aku perbanyak istighfar. Hari ini taman qalbu-ku yang kering kerontang terasa disirami salju. Semangatku dipupuk, aku tanami dengan do’a dan pengakuan akan keagungan Pemilik jiwaku. Dalam do’a aku minta “yaa Allah tolonglah hamba untuk mensyukuri segala kesempurnaan nikmat ini, janganlah diriku engkau kalahkan dengan syukur-nya pemuda istimewa itu”. Aku iri dengan pengabdian dan semangat pemuda istimewa itu.
 Copyright @ 2009. Dunia Islam Indonesia