AYAT 6
“Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak”
Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Rasulullah Saw diarahkan untuk melupakan dirinya dan tidak mengungkit-ungkit usaha dan perjuangan yang telah dilakukan atau menganggapnya banyak dan besar karena semua itu adalah karunia dari Allah Swt. Sehingga agar tidak
mengungkit-ungkit agar tetap selalu bersyukur kepada Allah.
Tafsir Ibnu Katsir. Yaitu, janganlah kamu memberikan sumbangan, sedangkan dibalik itu kamu mengharapkan balasan yang lebih banyak.
Tafsir al-Mishbah. Jangan menganggap usahamu (berdakwah) sebagai anugerah kepada manusia, karena dengan demikian engkau akan memperoleh yang banyak. Perolehan yang banyak bukan bersumber dari manusia, tetapi berupa ganjaran dari Allah. Konsekuensi
dari larangan ini adalah bahwa Rasulullah Saw tidak dibenarkan menuntut upah dari usaha-usaha beliau dalam berdakwah.
Sehingga ayat ini meletakan tanggung jawab diatas pundak Rasulullah Saw guna menyampaikan dakwahnya tanpa pamrih atau tidak menuntut suatu imbalan duniawi. Hal tersebut sejalan dengan surat al-Furqan ayat 57, “Aku tidak meminta kepada kamu atasnya sedikitpun upah, kecuali siapa yang mau kepada Tuhannya mengambil jalan”
Tafsir al-Qurthubi. Menafsirkan ayat tersebut dalam berbagai pendapat :
a. Dan janganlah kamu memberi untuk mengambil lebih banyak harta.
b. Dan janganlah kamu mengerjakan kebaikan agar dilihat manusia.
c. Dan jangan kamu mengerjakan ketaatan untuk mencari upahnya, tetapi sabarlah hingga Allah yang memeberi pahalanya.
d. Janganlah kamu katakan : Aku telah berdakwah tetapi dia tidak menyambutku.
e. Jangan kamu membesarkan amalmu dalam pandanganmu untuk meminta balasan lebih banyak dari kebaikan. Sesungguhnya hal itu merupakan kenikmatan Allah.