Popularitas Tahafut
Kitab filsafat dalam dunia Islam bahkan Kristen di zaman pertengahan adalah Tahafutut-falasifah (484H) karya Imam al-Gazhali dan Tahafutu't-Tahafutut karya Ibn Rusydi sebagai penangkis kitab Tahafutut-falasifah yang ditulis lebih kurang seratus tahun sesudah kitab Tahafutut-falasifah. Dua kitab tersebut sangat erat kaitannya, sehingga yang satu tidak dapat disebut tanpa lainnya.
Dari segi bahasa, Tahafut berarti keguguran dan kelemahan. Orang mengatakan, tahafata'ts-tsaubu, artinya : kain jatuh dan rusak. Yang dimaksudkan ialah bahwa para filosof telah jatu mati akibat tikaman maut yang diarahkan oleh al-Ghazali terhadap pemikiran mereka. Pada hakikatnya, tikaman itu mamang mematikan, mengenai inti masalah sehingga ilmu filsafat tidak lagi muncul sesudah itu (di dunia Islam), kendatipun adanya upaya mati-matian dari Ibn Rusydi untuk mempertahankannya.
Saat itu Aristoteles yang dikenal dengan guru pertama dipandang sebagai tonggak (hujjah) dalam filsafat, sehingga dikatakan : kebenaran itu adalah perkataannya (Aristoteles). Karena sebab inilah, al-Ghazali memulai kitabnya dengan mengarahkan kritik tajam kepada Aristoteles. Atas kritiknya ia meminta ma'af dengan mengatakan : “Plato adalah teman dan kebenaran adalah teman, tetapi kebenaran adalah lebih meneman.”
Al-Ghazali juga menyerang kebanyakan orang Yunani yang tidak memeluk agama samawi dan karena itu orang Islam menganggap mereka kafir. Dan mengikuti pemikiran mereka juga akan menjadi kafir. Karena al-Ghazali telah mengangkat dirinya untuk memerangi kekufuran maka salah satu sebab kekufuran yang dilihatnya ialah mulai tersiarnya dalam kalangan umat Islam “nama agung yang mereka dengar, seperti: Socrates, Plato, Aritoteles dan sebagainya”.
Sebab al-Ghazali menyerang Aristoteles adalah perkataan Aristoteles bahwa alam ini kadim (tidak bermula). Dan ini adalah masalah pertama dalam dalam Tahafut yang 1/3 halaman kitabnya digunakan untuk membahas masalah ini.
Agama dan Filsafat
Kitab Tahafut melukiskan suatu isi pertentangan antara agama dan filsafat. Pertentangan ini dalam Islam telah muncul dalam berbagai wujud dan bentuk yang berbeda sejak filsafat memasuki kehidupan umat Islam. Agama samawi didasarkan pada wahyu yang diturunkan kepada para nabi dan rasul yang ditugaskan menyampaikn risalah kepada umat manusia. Sendi akidah dalam Islam ada tiga : wujud dan keesaan Allah, mengutus para rasul dan kebangkitan ukhrawi. Tetapi al-Ghazali dalam at-Tahafut hanya menyinggung dua sendi saja, yaitu : yang pertama dan ketiga.
Adapun filsafat maka pegangan dasarnya adalah akal bukan wahyu. Terkadang sds kepercayaan kepada Tuhan dan ada juga yang tidak. Dalam kalangan filosof, ada yang beriman dan ada yang kufur yang hanya percaya kepada apa yang dapat diamati oleh indera serta dikuatkan oleh akal. Perbedaan agama dan filsafat adalah mendasar, baik metoda maupun permasalahan (mudu'). Metoda agama jelas berbeda dengan filsafat. Telah berlaku kebiasaan dalam kalangan umat Islam memperbandingkan dua metoda tersebut dengan mengatakan : mendengar dan akal (as-sam'u wa'l-aql), dinukilkan dan dipikirkan, syari'at dan hikmah dan sebagainya.
Penggabungan dua metoda tersebut telah terjadi sejak filsafat muncul dalam kehidupan umat Islam. Pertentangan antar para filosof tidak pernah berakhir sejak abad kedua sampai dengan abad ketujuh Hijriyah. Pertentangan tersebut mencapai puncaknya di akhir abad kelima dengan munculnya kitab Tahafut al-Falasifah dan merupakan permulaan kemenangan agama dan kehancuran filsafat sehingga akhirnya filsafat menghilang sama sekali dalam kehidupan budaya umat Islam karena keluarnya fatwa yang mengharamkan belajar dan mengajar ilmu tersebut.
Kitab Tahafut
Kitab ini terdiri atas empat mukaddimah, 20 masalah dan khatimah. Mukaddimah pertama ialah bahwa Aristoteles telah merupakan seorang pemuka dalam filsafat, menyimpulkan pemikiran-pemikiran para filosof dan karena itu cukup baik menyanggahnya. Kedua beberapa pemikiran filosof tidak bertentangan dengan agama karena merupakan pendapat tentang fisika seperti pembahasan tentang gerhana matahari dan bulan yang dalam dirinya tidak mengandung celaan dan pujian. Namun ada pemikiran lain yang berkaitan dengan dasar-dasar agama, seperti mengatakan alam ini kadim yang tentunya tidak boleh didiamkan. Ketiga, yang dimaksudkan dengan kitab ini menjelaskan keruntuhan (tahafut) para filosof, yaitu menyanggah pemikiran mereka. Sedangkan penjelasan tentang akidah yang benar disebutkan dalam kitab-kitab lain. Keempat, walaupun para filosof mempergunakan matematika dan logika sebagai metoda berpikir, maka itu tidaklah perlu bagi teologi, walaupun keabsahan matematika tidak dapat diingkari. Adapun logika, maka itu alat berpikir yang dipergunakan oleh para filosof seperti yang dipergunakan oleh insan lainnya. Logika itu bukanlah suatu ilmu yang terasing dalam kalangan umat Islam dan mereka menyebutnya ilmu penalaran (nazar) atau ilmu debat (jadal) atau pengetahuan akal (madarik al-'uqul).
Masalah yang duapuluh macam itu dapat dibagi sebagai berikut :
1. Hubungan Allah dengan alam. Meliputi empat masalah :
a) Kadimnya alam.
b) Keabadian alam dan zaman.
c) Allah Pencipta dan Pembuat Alam.
d) Ketidakmampuan membuktikan adanya Pembuat alam.
2. Keesaan dan ketidakmampuan membuktikan-Nya. (masalah ke-5)
3. Sifat-sifat Ilahi. (masalah ke-6 s/d ke-12)
4. Mengetahui hal-hal yang kecil “juz'iyyat”. (masalah ke-13)
5. Masalah falak dan alam. (masalah ke-14 s/d ke-16)
6. Sebab akibat. (masalah ke-17)
7. Jiwa manusia. (masalah ke-18 dan ke-19)
8. Kebangkitan jasad pada hari akhirat. (masalah ke-20)
Pada bagian khatimah, al-Ghazali mengkafirkan para filosof dalam tiga masalah : kekadiman alam, Allah tidak mengetahui yang kecil-kecil (juz'iyyat) dan pengingkaran kebangkitan dan pengumpulan jasad pada hari kiamat. Keputusan ini dipaparkan tidak lebih dari satu halaman. Dalam masalah-masalah ini katanya adalah “jelas kekufurannya yang tidak satu golongan-pun dari umat Islam menganutnya.”
Adapun masalah-masalah lain yang membahas tentang sifat-sifat Ilahi, akidah tauhid dan kemestian sebab-akibat maka mereka itu lebih dekat kepada pembawa bid'ah. Penutup kitabnya : “Maka barangsiapa yang berpendapat bahwa pembawa bid'ah dari golongan Islam itu kafir maka mereka itu juga kafir dan jika mereka menahan diri dari mengkafirkan mereka itu, maka kekafirannya hanya terbatas pada masalah-masalah ini saja.”
Pemikiran al-Ghazali berubah setelah ia menempuh hidup sufi pada akhir hayatnya. Dalam kitab al-Munqiz ia menulis bahwa apa yang berasal dari Aristoteles itu hanya terbatas dalam tiga bagian : pertama, wajib mengkafirkannya; kedua, wajib membid'ahkannya; ketiga, tidak wajib mengingkarinya sama sekali.